Penulis : Mustika W.
Penerbit : Paramita Publisher
Studi terlengkap tentang pencaharian manusia mencari Tuhan selam ribuan tahun, saat ini bisa jadi jatuh ke karya mendalam yang berjudul Hystory of God oleh Karen Amstrong. Kraya klasik ini tidak saja bertutur tentang netralitas penulisnya yang berjarak sema antara agama sendiri dengan agama orang lain, tetapi juga bercerita tentang jauh serta demikian beragamnya cara manusia mencari Tuhan.
Kebebasan seorang Karen Amstrong (setidaknya kalu debandingkan dengan segelintir manusia fanatik yang picik), ia tidak terjebak ke dalam nafsu buru-buru untuk menyimpulkan: 'agama saya lebih baik dibandingkan dengan agama orang lain'. Ini tidak saja tercermin dalam karya Hystory of Gog, kebesaran spirit yang sama juga tercermin ketika penulis yang sama membuat autobiografi Mugammad serta Buddha.
Sengaja karya-karya Amstrong digunakan sebagai latar belakang dalam pengantar ini, hanya mau menunjukkan betapa kedewasaan manusia untuk berbicara agama dan spiritualitas, sudah dibekali oleh pikiran yang lebih terbuka dibandingkan sebelumnya. Teroris boleh terus meledakkan bom, AS den sekutunya boleh terus menyerang negara lain dengan alasa apapun. Namun yang patut disyukuri, batas-batas sempit fanatisme (sebagai sumber banyak petaka) mulai dibuat semakin lebar oleh banyak pemikir salah satunya Karen Amstrong.
Kecenderungan pembicaraan spiritualitas yang mulai melebar mengarah universalitas ini, memang tidak hanya monopoli Karen Amstrong. Ribuan tahun yang lalu pernah lahir dialog universal bernama Bhagawad Gita. Gita disebut universal karena bisa memayungi banyak sekali keyakinan (tidak saja Hindu). Dan gaya dialog ala Gita ini tidak saja dikagumi di Barat, bahkan ada yang menirunya. Neale Donald Walsch melalui karya spektakuler berjudul 'conversation with God', hanyalah salah satu bentuk 'peniruan' yang layak dihormati karena ikut memperkaya perjalanan.
Dalam khasanah seperti ini, tentu layak dohormati kalau ada putera Bali yang memiliki kemampuan dan kebenarian untuk melakukan dialog spiritual. Mirip dengan pengakuan Walsch yang secara rendah hati menerima kenyataan, orang boleh percaya, boleh tidak percaya kalau dialognya dilakukan bersama Tuhan atau tidak. Hal serupa juga terjadi dengan dialog ala Mustika W. Anda boleh percaya boleh tidak percaya.
Namun kehidupan sebagai perjalanan amat panjang, memerlukan banyak sekali bahan-bahan untuk diolah. Dan penemuan orang lain (salah satunya dialog Mustika W) hanyalah sebagian bahan yang mesti diolah. Tak ada bahan (seperti kangkung misalnya) yang siap dimakan dan langsung membuat kenyang. Demikian juga dengan pengalaman orang lain. Dalam konteks ini, karya Mustika W layak digunakan sebagai acuan. Sekali lagi tidak untuk langsung membuat kenyang, namun sebagai bahan untuk diolah.
Perjalanan spiritual adalah perjalanan yang unik dan amat pribadi. Kesalahan berbahaya yang dilakukan banyak guru, adalah ketika memaksa muridnya mengikuti jalan gurunya secara persis sama. Sehingga banyak murid kemudian menjadi terasing dalam tubuh, pikiran dan perjalanannya sendiri.
Paham akan hal inilah, maka tetap disarankan membaca karya in secara mendalam. Namun sebaiknya juga disinari kesadaran kalau perjalanan spiritual itu unik. Menjadi photokopi orang lain selain berbahaya, juga membuat kita terlempar jauh dari kedirian yang sejati.
Berbekalkan semua pemahaman seperti inilah, kemudian saya mengucapkan selamat pada Mustika W karenah sudah sampai pada tataran yang dicapai sedikit orang. Sekaligus selamat ke sidang pembaca, karena tertarik saja sudah biasa dihutung melakukan langkah yang juga jauh.
Selamat melakukan perjalanan. Semoga semua mencapai kebahagiaan dan kebebasan!
***
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Dialog Spiritual II - Referensi Buku"
Post a Comment